HUKUM PERJANJIAN
1.
STANDAR
KONTRAK
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru
tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan
kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis
tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
a) Nama dan tanda tangan pihak-pihak
yang membuat kontrak.
b) Subjek dan jangka waktu kontrak
c) Lingkup kontrak
d) Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
e) Kewajiban dan tanggung jawab
f) Pembatalan kontrak
g) Menurut Mariam Darus, standar
kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
h) Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
i)
Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2. MACAM-MACAM PERJANJIAN
§
Perjanjian dengan cuma-cuma
dan perjanjian dengan beban.
Perjanjian dengan cuma-cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan
suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian
dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan
suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
§ Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat
kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian
timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada
kedua belah pihak.
§ Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata
sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang
harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian
dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
§ Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah
mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII
KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian
tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian
yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
3.
SYARAT
SAHNYA PERJANJIAN
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat
para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 1320 BW yaitu :
§ Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan
adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau
kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat
dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan
karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai
kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap
perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut,
dapat diajukan pembatalan.
§ Cakap untuk membuat perikatan
Para pihak mampu membuat suatu
perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa,
tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan
orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian.
Pasal 1330 BW menentukan yang tidak
cakap untuk membuat perikatan : Orang-orang yang belum dewasa, Mereka yang
ditaruh dibawah pengampuan, Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang
ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun
berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963
tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai
yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau
izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap
adalah batal demi hukum (Pasal 1446 BW).
§ Suatu hal tertentu
Perjanjian harus menentukan jenis objek
yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal
1332 BW menentukan hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan yang dapat
menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru
akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang
oleh undang-undang secara tegas.
§ Suatu sebab atau causa yang halal
Sahnya causa dari suatu persetujuan
ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal
adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Syarat
pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai
obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap
untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat
dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi,
maka perjanjian batal demi hukum.
4. PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU
PERJANJIAN
§ Sesuai
dengan ketentuan perjanjian itu sendiri
§ Atas
persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri
§ Akibat
peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian, perubahan
kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya norma hukum
internasional yang baru, perang.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar