PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI
1. PENGERTIAN SENGKETA
Sengketa
menurut kamus besar bahasa indonesia merupakan konflik, maka yang disebut
dengan sengketa adalah pertentangan atau konflik antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek, atau sengketa
juga dapat diartikan sebagai perilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara
keduanya.
2. CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA
Menurut
pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara
sebagai berikut:
§ NEGOISASI
Negosiasi
adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha
untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus
Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui
diskusi formal.
Negosiasi
merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi
kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan
kompetisi. Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi,
kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.
Perundingan
merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
§ MEDIASI
Mediasi
adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral,
yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak
yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah
pihak.
Mediasi
disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem
sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak
yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan
kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
Pengertian
mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai dimana para pihak
yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang
yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai
hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan
diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga
(mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu
mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan
diterapkan kepada berbagai kasus konflik.
§ ARBITRASE
Arbitrase,
yang dalam dunia ekonomi dan keuangan adalah praktik untuk memperoleh
keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar keuangan.
Arbitrase ini merupakan suatu kombinasi penyesuaian transaksi atas dua pasar
keuangan di mana keuntungan yang diperoleh adalah berasal dari selisih antara
harga pasar yang satu dengan yang lainnya.
Dalam
dunia akademis, istilah "arbitrase" ini diartikan sebagai suatu
transaksi tanpa arus kas negatif dalam keadaan yang bagaimanapun, dan terdapat
arus kas positif atas sekurangnya pada satu keadaan , atau dengan istilah
sederhana disebut sebagai "keuntungan tanpa risiko" (risk-free
profit).
Seorang
yang melakukan arbitrase disebut "arbitraser" atau dalam istilah
asing disebut juga arbitrageur. Istilah ini utamanya digunakan dalam
perdagangan instrumen keuangan seperti obligasi, saham, derivatif, komoditi dan
mata uang.
3. PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN,
ARBITRASE,DAN LIGITASI
§ Negosiasi
atau perundingan
Negosiasi
adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling
melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi
tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa
tersebut secara baik.
§ Ligitasi
Litigasi
adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang
terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh
hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution
(solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan
putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain
menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem
ini adalah:
Ruang
lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa
dapat diperiksa melalui jalur ini)
Biaya
yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana,
Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan
dari sistem ini adalah:
Kurangnya
kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan
Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut
dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah
Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
Hakim
yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis
hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai
oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para
pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini
akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa.
Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya
tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara.
apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)
Berdasarkan
konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan
mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia
Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan
dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai
perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan
perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap
terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan
siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat
akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus
menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara
tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke
pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem
(perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian
tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan
upaya hukum).
§ Arbitrase
Arbitrase
adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja
litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang
memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat
menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula
arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat
perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa
tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian
sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa
para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan
kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut
tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara
tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya
klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
Arbitrase
relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang
tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak
tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua
Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak
dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga
boleh menolak penunjukan tersebut.
Arbiter
merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan
lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi
arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini
tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang
disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
Kepastian
Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para
pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan
upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal
tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan
setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad
tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya
antara lain:
Biaya
yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak
(atau pihak yang kalah)
Putusan
Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke
Pengadilan Negeri.
Ruang
lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial
(perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
REFERENSI