KEBIJAKSANAAN
PEMERINTAH
1.
Kebijakan
Pemerintah
1.1.
Kebijakan
Pemerintah Periode Tahun 1966 - 1969
Pada periode 1966-1969 Pemerintah
lebih memusatkan perhatian pada kebijakan mengenai proses perbaikan dan
penghapusan semua unsur dari peniggalan pemerintahan orde lama yang mengandung
unsur komunisme. Pada masa ini pemerintah berjuang untuk menekan tingkat
inflasi yang tinggi karena pemerintahan orde lama.
Rencananya mengenai pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969.
Rencana pembangunan ini disusun berlandasarkann “Manfesto
Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat/kelemahannya antara lain :
·
Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim
·
Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi
·
Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia
sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif. Sementara di dalam negeri
pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik
“kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi
Ekonomi Harian Kompas, 1982).
Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
·
Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank
Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk
analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia
·
Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya
Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai
peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian
·
Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian
ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan
penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter.
(Suroso, 1994).
1.1.1.
Masa Stabilisasi dan Rehabilitasi (1966 – 1968)
Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan
rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu :
Meningkatnya inflasi yang
mencapai 650% pada tahun 1965, turunnya produksi nasional di semua sektor, adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari
struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy Menteri bank Sentral dan
Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta berada di bawah Menteri
Keuangan. (Suroso, 1994).
1.1.2.
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang :
Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan,
tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :
(1) Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
Skala Prioritasnya
a) Pengendalian inflasi
b) Pencukupan kebutuhan pangan
c) Rehabilitasi prasarana ekonomi
d) Peningkatan kegiatan ekspor
e) Pencukupan kebutuhan sandang
Komponen Rencananya
a) Rencana fisik dengan sasaran utama :
1. Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan
sandang)
2. Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang
bidang-bidang tersebut.
b) Rencana Moneter dengan sasaran utama :
1. Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2. Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai
dengan daya beli rakyat.
Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a) Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi
komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka;
dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
b) Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Februari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
1. Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan
jumlah, arah, suku bunga)
2. Menyeimbangkan/ menurunkan defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966),
3,1% (1967) dan 0%
(1968). (Suroso, 1994).
3. Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :
· UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
· UU Perkoperasian No. 12/ 1967
· UU Bank Sentral No. 13/ 1968
· UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
· Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967
(2) Program Pembangunan dimulai tahun 1969/ 1970
jangka panjang)
Skala
Prioritasnya
1. Bidang pertanian
2. Bidang prasarana
3. Bidang industri/ pertambangan dan minyak
Jangka waktu dan strategi pembangunan
1. Pembangunann jangka menengah terdiri dari
pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/
1970
2. Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan
Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
1.2.
Periode
PELITA I 1969/1970
Kebijaksanaan pada periode Pelita pertama ini dimulai
dengan :
a.
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai penyempurnaan tata niaga
bidang eksport dan import
b. Peraturan
Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang Rupiah terhadap Dolar, dengan
sasaran pokoknya adalah :
·
Kestabilan harga bahan pokok
·
Peningkatan nilai ekspor
·
Kelancaran impor
·
Penyebaran barang di dalam negeri
1.3. Periode PELITA II 1974/1975
Periode ini diisi
dengan kebijaksanaan mengenai :
Perkreditan untuk
mendorong para eksportir kecil dan menengah, disamping untuk mendorong kemajuan
pengusaha kecil/ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil ( KIK )
a. Kebijaksanaan
Fiskal, . dengan cara penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing
komoditi ekpor di pasar dunia, serta untuk menggalakkan penanaman modal asing
dan penanaman modal dalam negeri guna mendorong investasi dalam negeri. Hasil
dari kebijaksanaan ini diantaranya adalah :
1.
Naikknya cadangan devisa dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar
2.
Naikknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar
.
b. Kebijaksanaan 15
Nopember 1978 ( KNOP 15 ), yakni kebijaksanaan di bidang moneter dengan tujuan
untuk menaikkan hasil produksi nasional, serta untuk menaikkan daya saing
komoditi ekspor, yang pada masa ini menjadi lemah karena :
1.
Adanya inflasi yang besamya
rata-rata 34%, sehingga komoditi ekspor Indonesia menjadi mahal di pasar dunia,
akibatnya kurang dapat bersaing _dengan produk sejenis dari negara lain
2.
Adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979
Disamping itu
KNOP l5 juga didukung oleh kebijaksanaan devaluasi Rupiah dari Rp 415 $ menjadi
Rp 625 $. Kebijaksanaan lain yang mendukung pada periode ini adalah dengan
diturunkannya bea masuk untuk komoditi impor yang merupakan komoditi bahan
penolong, serta dengan menaikkan bea masuk untuk komoditi impor lainnya
Kebijaksanaan ini juga untuk :
- Penghapusan
daya saing komoditi ekspor di pasarØpajak ekspor untuk mempertahankan dunia untuk
menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi
Dalam Negeri. Kebijaksanaan 15 November 1978,
- Menaikkan hasil produksi nasional,
- Menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena
adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing
dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada
tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan
industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
1.4.
Periode
PELITA III 1979/1980
·
Paket Januari 1982 yaitu mengenai tata cara pelaksanaan Ekspor-Impor dan lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak
yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk
komoditi ekspor. Kebijaksanaan ini
kurang membawa hasil, dikarenakan terjadinya resesi dunia yang juga belum
berakhir
·
Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase) mengenai keharusan eksportir maupun
importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang
sama. Paket ini dikeluarkan untuk menunjang
kebijaksanaan paket Januari di atas. Dalam kebijaksanaan ini tersirat keharusan
eksportir maupun importir luar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia
dalam jumlah yang sama. Ternyata kebijaksanaan inipun masih kurang berhasil,
karena resesi dunia tersebut. Dengan adanya resesi tersebut menyebabkan naiknya
tingkat inflasi. Sehingga tabungan masyarakat menurun, dana untuk investasi
menjadi berkurang. Akibat lebih jauhnya adalah turunnya produktivitas dan
dengan demikian pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang.
·
Kebijaksanaan Devaluasi
1983 yakni dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$
menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga
permintaan negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena
diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya. Dengan demikian
diharapkan industry dalam negeri dapat berkembang untuk meningkatkan
produktivitas. Akibatnya penerimaan pemerintah dari sektor pajakpun dapat
ditingkatkan
1.5.
Periode
PELITA IV 1984/1985
1) Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi
oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
Tindakan yang diambil untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi adalah dengan memberantas
pungutan liar, mempermudah prosedur kepabeanan, menghapus dan memberantas
biaya-biaya siluman
2) Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan
tujuan untuk mendorong sektor swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
3) Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga
minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun.
4) Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi
di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan
baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
5) Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan
efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka
meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES),
melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
6) Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk
menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya
pembangunan.
7) Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan
deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
8)
Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi
pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
1.6. Periode PELITA V 1989/1990
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan
dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil
pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga
kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya.
(Suroso, 1994). Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada
pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal
landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Dari sekian
banyak kebiksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan dijalankan oleh
pemerintah dengan dukuangan semua pelaku ekonomi di Indonesia, apapun
istilahnya dapat dikelompokkan ke dalam Kebijaksanaan Moneter dan Kebijaksanaan
Fiskal.
2. Kebijakan Moneter
Pemerintah melakukan beberapa kebijakan dalam
bidang moneter melalui pengaturan tingkat suku bunga dan peredaran uang.
Pemerintah melakukan kebijakan ini dengan melakukan kerja sama dengan lembaga
keuangan yaitu Bank Indonesia. Kebijakan Moneter dikelompokan menjadi dua
bagian, yaitu:
Kebijaksanaan Moneter dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu :
1. Kebijaksanaan Moneter Kuantitatif
Dijalankan dengan mengatur uang yang beredar dan tingkat suku bunga dari segi
kualitasnya.
Kebijaksanaan ini dijalankan dengan 3 cara,
yaitu :
- Kebijaksanaan Fiskal, Penghapusan pajak
ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk
menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi
Dalam Negeri.
- Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan untuk
mendorong para eksportir kecil dan menengah, mendorong kemajuan pengusaha kecil
atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
- Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
2. Kebijaksanaan memindah pengeluaran Dalam
kebijaksanaan menekan pengeluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi diusahakan
berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang,
hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk
perekonomian. Kebijaksanaan ini dilakukan secara paksa dan juga rangsangan.
Kebijaksanaan dapat dilakukan secara paksa dengan cara: Menekan tarif atau
quota, Mengawasi
pemakaian valuta asing.
Jika kebijaksanaan dilakukan secara
Rangsangan : Menciptakan
rangsangan-rangsangan ekspor,
Menstabilkan upah dan harga di dalam negeri, Melakukan Devaluasi mata uang. Devaluasi adalah Suatu tindakan pemerintah
dengan menaikkan nilai tukar mata uang Rupiah dan Dolar, devaluasi juga
menyebabkan semakin banyak rupiah yang harus dikorbankan untuk mendapatkan satu
unit dolar.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga.
Ada 2 kebijakan moneter yaitu :
* Kebijakan Moneter Ekspansif
: Suatu kebijakan untuk
menambah jumlah uang yang beredar.
* Kebijakan Moneter Kontraktif
: Suatu kebijakan untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar atau disebut juga dengan kebijakan uang
ketat (tight money policy).
Ada beberapa cara untuk melakukan kebijakan moneter
diantaranya :
- Operasi Pasar Terbuka : Cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah.
- Diskonto : Pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan
tingkat bunga bank sentral pada bank umum.
- Rasio Cadangan Wajib : Mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
3. Kebijakan Fiskal
Jika di dalam
kebijaksanaan moneter pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan suku bunga
untuk mengatur perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah suatu tindakan
pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan
biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan. Meskipun tidak selalu demikian,
namun orang lebih melihat kebijaksanaan fiskal sebagai kebijaksanaan pemerintah
di sector perpajakan. Kebijaksanaan fiskal ( dalam hal ini melalui perpajakan )
dapat dibedakan dari beberapa segi. Pertama, jika dilihat dari segi cara
pembayarannya, sistem pembayaran pajak dibagi menjadi dalam istilah pajak langsung
dan pajak tidak langsung. Yang dimaksud dengan pajak langsung adalah pajak yang
pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan
pemerintah. kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan
belanja pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan
pajak.
Ada 2 macam kebijakan fiskal yatu :
* Kebijakan Fiskal Ekspansif
: Kebijakan pemerintah
untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian.
* Kebijakan Fiskal Kontraktif
: Kebijakan pemerintah
untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu
Untuk meningkatkan
produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi
pengangguran, Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.
4. Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui
penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih
antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga
dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang
dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan
yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran
yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang
dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang
dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi
dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar
negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara
adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai
proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian
pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam
perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara
tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat
surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian,
yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya
surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang
pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat
dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan
pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman
perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara
(government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa
penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam
negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang
lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang
luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan
negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek
ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman
luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar
negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya
dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman
luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam
negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut
akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan
penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan
menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari
pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada
lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang
dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja
pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash
inflow.
Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar
likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat
melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya
pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh
bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations
(OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual
atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian
dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi
negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak
bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral
akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank
sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral
tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia
belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun
pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis
untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi
obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar
sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan
beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup
tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga
instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
REFERENSI
http://fadilfadilblogspotcom-alpachino.blogspot.com/2011/04/kebijakan-fiskal-dan-moneter-sektor.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar