Minggu, 10 Juni 2012

Investasi dan Penanaman Modal


INVESTASI DAN PENANAMAN MODAL
1.   INVESTASI
1.1.  Pengertian Investasi
Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contohnya membangun rel kereta api atau pabrik. Investasi adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi residential (rumah baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
Adanya penanaman modal atau investasi bukan merupakan syarat mutlak dalam menciptakan pembangunan. Banyak orang berpendapat bahwa modal memegang peranan penting dan paling menentukan dalam menciptakan pembangunan ekonomi. Tetapi telah disadari oleh sebagian kalangan bahwa factor-faktor penunjang lain ikut berperan dalam suksesnya pembangunan, seperti : tenaga ahli dalam berbagai bidang, terdapatnya usahawan yang cukup, system pemerintahan yang efisien, nilai kesanggupan dalam menciptakan dan menggunakan teknologi yang lebih modern serta sikap atau perilaku masyarakat itu sendiri. Modal bukanlah suatu kunci sukses dalam penentu pembangunan ekonomi melainkan sebagai faktor pendorong pembangunan ekonomi.
Namun menurut para ahli ekonomi, investasi memiliki kedudukan yang khusus dalam pembangunan. Pendapat ini didasarkan pada ketersediaan modal untuk menciptakan faktor-faktor lain yang penting dalam pembangunan. Administrasi pemerintahan yang efisien, modernisasi sector indutri, dan pengembangan sector pertanian memerlukan tenaga administrative, tenaga ahli dan tenaga usahawan yang diperlukan, pengembangan prasarana. Tersedianya modal yang cukup dapat membantu terciptanya faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi sebagai berikut :
a. Tingkat keuntungan investasi yang akan diperoleh
b. Tingkat bunga
c. Ramalan mengenai ekonomi dimasa depan
d. Kemajuan teknologi
e. Tingkat pendapatan nasional dan setiap tingkat perubahannya
f. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan
1.2. Bentuk-bentuk Investasi
·         Investasi tanah - diharapkan dengan bertambahnya populasi dan penggunaan tanah; harga tanah akan meningkat di masa depan.
·         Investasi pendidikan - dengan bertambahnya pengetahuan dan keahlian, diharapkan pencarian kerja dan pendapatan lebih besar.
·         Investasi saham - diharapkan perusahaan mendapatkan keuntungan dari hasil kerja atau penelitian.

1.3.  Peranan modal dalam meningkatkan PNB
Peranan penanaman modal dalam meningkatkan PNB (Pendapatan Nasional Bruto) itu sangat penting, karena Indikator utama didalam PNB adalah untuk mengukur tingkat kesehatan ekonomi suatu kawasan. Cara mengukurnya itu, yaitu menurut besarnya perubahan PNB itu sendiri. Peningkatan PNB itu dapat dilakukan dengan berinvestasi / penanaman modal dalam negeri dan modal sendiri ataupun modal bersama. Maka dari itu peranan penanaman modal sangat penting sekali dalam meningkatkan PNB, karena penanaman modal dapat mempermudah jalannya fungsi PNB.
2.    PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

2.1.          Arti Peranan Investasi Dalam Negeri

Penanaman modal dalam negeri adalah penanaman modal dalam Negara itu sendiri, dengan modal sendiri dan tingkat tabungan harus tinggi.

Adapula pengertian menurut UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing :
1. Yang dimaksud dalam Undang-Undang ini dengan “Modal Dalam Negeri” ialah :
Bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disishkan atau disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing.
2. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini terdiri atas perorangan atau / dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pasal 2 Penanaman Modal Dalam Negeri ialah penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut pada pasal 1, baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang.-

2.2.         Fungsi dan Kedudukan

Penanaman modal atau invetasi berperan dan berpengaruh pada proses pembangunan dan pendapatan Negara. Semakin tinggi akan investasi yang diberikan maka makin meningkatkan banyaknya pendapatan nasional. 

Sedangkan kedudukan penanaman modal dalam negeri yang terpenting adalah pendapatan nasional, karena dapat memanfaatkan kekayaan yang dimiliki oleh pihak Negara tersebut. Dapat juga bekerjasama dengan Negara satu sama lain agar memperoleh keuntungsn lebih besar, dengan menanamkan modal pada Negara yang bekerjasama dengan Negara tersebut. Keuntungan dari hasil penanaman modal dipergunakan untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu Negara.

Penanaman modal atau investasi berperan dan berpengaruh pada proses pembangunan dan pendapatan negara. Semakin tinggi investasi yang akan kita berikan maka semakin meningkat pula pendapatan nasional. Kedudukan Penanaman modal dalam negri yang terpenting adalah pendapatan nasiona, karena dapat memanfaatkan kekayaan yang dimiliki oleh pihak dari negara tersebut. Dapat juga bekerjasama dengan negara-negara satu sama lainagar dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar, dengan menanamkan modal pada negara yang bekerja sama dengan negara tersebut. Keuntungan dari hasil penanaman modal dipergunakan untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu negara.

2.3.         Perkembangan

Perkembangan penanaman modal dalam negri akan berkembang dan tumbuh menjadi lebih baik. Jika suatu negara dapat memanfaatkan kekayaan alam yang mereka miliki dengan melakukan suatu bidang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan nasional suatu negara dengan cara penggabungan semua faktor-faktor produksi. Prospek penanaman modal  dalam negri sebenernya bila pemerintah dan bagian-bagian yang mengurusi tersebut dapat mengelolanya akan lebih baik dan berkembang penanaman modal domestik dibandingkan penanaman modal asing.

3.    PENANAMAN MODAL ASING

3.1.          Investasi Asing
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langgsung siap menerima resiko dari setiap penanaman modal tersebut. 
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 ialah :
1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

3.2. Investasi Ditinjau Dari Segi Hukum
Sebenarnya perkembangan investasi asing di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa Kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat rencana itu bergulir di parlemen kabinet ini sudah jatuh sebelumnya. Kemudian pada 1953 rancangan tersebut diajukan tetapi ditolak pemerintah. UU Nomor 78 Tahun 1958, secara resmi mengatur mengenai penanaman modal asing pertama, akan tetapi dalam prosesnya mengalami hambatan.
Sehingga diperbaharui melalui UU No. 5 tahun 1960, karena adanya pertentangan dari rakyat kembali UU ini dicabut. Sehingga pada tahun 1965-1967 terjadi kondisi rechts vacuum (kekosongan hukum) dalam bidang investasi asing. Penanaman modal asing kembali diundangkannya UU No. 1 tahun 1967, yang disahkan Presiden pada tanggal 10 Januari 1967. Ditambahkan melalui UU No. 11 tahun 1970. Tahun 1986 mengeluarkan PP No. 24 Tahun 1986 yang diikuti SK Ketua BKPM No. 12 Tahun 1986 disusul Keppres No. 17 tahun 1986. Pada Tahun 1987 merubah Keppres No. 17 Tahun 1986 menjadi Keppres No. 50 Tahun 1987. Keppres No. 50 Tahun 1987 memberikan kelonggaran-kelongaraan terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya. Dalam keputusan Surat Keputusan Ketua BKPM No. 09/SK?1989 ketua BKPM dijadikan pelaksana teknis penanaman modal asing. 
Selanjutnya PP No. 17 Tahun 1992 yang mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia bagian Timur. Perkembangan terakhir dalam bidang penanaman modal ini dengan dikeluarkannya PP No. 24 Tahun 1994 yang memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan asing serta berpeluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang sebelumnya tertutup. Pada Tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres No. 96 Tahun 1998 dan Keppres No.99 Tahun 1998. Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres No. 96 Tahun 2000 dan terakhir diubah menjadi Keppres No. 118 Tahun 2000.
Usaha pemerintah untuk menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia di mulai dengan memberikan kelonggaran dan kemudahan bagi para investor, asas kepastian hukum pun tidak mendukung iklim investasi di Indonesia dan banyak UU yang memberatkan investor. Selain itu juga ketentuan hukum dan peraturan mengenai penanaman modal asing yang harus tetap disesuaikan dengan perkembangan di era globalisasi dan tidak adanya perlakuan diskriminasi dari Negara penerima terhadap modal asing (equal treatment). Sehingga partisipasi masyarakat dan aparatur hukum sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.
Menurut Michael F. Todaro (1994) terdapat dua kelompok pandangan mengenai modal asing, yaitu:
  • Pertama, Kelompok yang memandang modal asing sebagai pengisi kesenjangan antara persediaan tabungan, devisa, penerimaan pemerintah, keterampilan manajerial, serta untuk mencapai tingkat pertumbuhan.
  • Kedua, Kelompok yang menentang modal asing dengan perusahaan multi nasionalnya. Mereka berpendapat bahwa modal asing cenderung menurunkan tingkat tabungan dan investasi domestik.
Berbagai penelitian-penelitian bahwa arus bersih modal asing yang masuk  ke Indonesia, baik yang berupa modal asing dan hutang luar negri. Setelah semuanya diperhitungan, maka menunjukkan nilai komulatifnegatif, bahkan modal asing ini cenderung berdampak crowding out terhadap tabungan domestik. Dari penelitian-penelitian tersebut juga menemukan bahwa sebenarnya tabungan domestik lebih penting peranannya daripada modal asing, baik secara kuantitatif maupun statistik dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Namun penanaman modal asingbila dikelola dan dikontrol dengan baik oleh pemerintah, idealnya modal asing dapat menunjang industrialisasi, membangun modal motherhead ekonomi dan dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas.
Dan tentang Isu-Isu PMA (Penanaman Modal Asing)  yang masuk di Indonesia itu benar terjadi/memang benar adanya. Puncaknya pada periode 80-an dan bahkan telah mengalami akselerasi sejak tahun 1994.

REFERENSI

Masalah Pokok Perekonomian Indonesia


MASALAH POKOK PEREKONOMIAN INDONESIA
1.   PENGANGGURAN

1.1.  Definisi pengangguran

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

1.2.  Jenis pengangguran
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
·         Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
·         Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
·         Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
·         Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
·         Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
·         Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
1.     Akibat permintaan berkurang
2.     Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
3.     Akibat kebijakan pemerintah
·         Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
·         Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
·         Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
·         Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).


1.3.  Penyebab pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
2.   INFLASI
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.


REFERENSI

Kebijaksanaan Pemerintah

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH

1.   Kebijakan Pemerintah

1.1.  Kebijakan Pemerintah Periode Tahun 1966 - 1969
Pada periode 1966-1969 Pemerintah lebih memusatkan perhatian pada kebijakan mengenai proses perbaikan dan penghapusan semua unsur dari peniggalan pemerintahan orde lama yang mengandung unsur komunisme. Pada masa ini pemerintah berjuang untuk menekan tingkat inflasi yang tinggi karena pemerintahan orde lama.
Rencananya mengenai pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969.
Rencana pembangunan ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.

Faktor yang menghambat/kelemahannya antara lain :
·         Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim
·         Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi
·         Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).

Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
·         Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia
·         Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian
·         Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).

1.1.1.       Masa Stabilisasi dan Rehabilitasi (1966 – 1968)

Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu : Meningkatnya inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965, turunnya produksi nasional di semua sektor, adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy Menteri bank Sentral dan Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso, 1994).

1.1.2.       Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :
(1)   Program stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
Skala Prioritasnya
a) Pengendalian inflasi
b) Pencukupan kebutuhan pangan
c) Rehabilitasi prasarana ekonomi
d) Peningkatan kegiatan ekspor
e) Pencukupan kebutuhan sandang
Komponen Rencananya
a) Rencana fisik dengan sasaran utama :
1. Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
2. Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang tersebut.
b) Rencana Moneter  dengan sasaran utama :
1. Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2. Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya beli rakyat.
Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a) Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
b) Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Februari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
1.   Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
2.   Menyeimbangkan/ menurunkan defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3.   Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :
·      UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
·      UU Perkoperasian No. 12/ 1967
·      UU Bank Sentral No. 13/ 1968
·      UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
·      Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967

(2) Program Pembangunan dimulai tahun 1969/ 1970 jangka panjang)
Skala Prioritasnya
1. Bidang pertanian
2. Bidang prasarana
3. Bidang industri/ pertambangan dan minyak
Jangka waktu dan strategi pembangunan
1. Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun 1969/ 1970
2. Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :

1.2.     Periode PELITA I 1969/1970
Kebijaksanaan pada periode Pelita pertama ini dimulai dengan :
a.       Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai penyempurnaan tata niaga bidang eksport dan import
b.       Peraturan Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang Rupiah terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
·         Kestabilan harga bahan pokok
·         Peningkatan nilai ekspor
·         Kelancaran impor
·         Penyebaran barang di dalam negeri

1.3.    Periode PELITA II 1974/1975
Periode ini diisi dengan kebijaksanaan mengenai :
Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah, disamping untuk mendorong kemajuan pengusaha kecil/ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil ( KIK )
a.     Kebijaksanaan Fiskal, . dengan cara penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekpor di pasar dunia, serta untuk menggalakkan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri guna mendorong investasi dalam negeri. Hasil dari kebijaksanaan ini diantaranya adalah :
1.     Naikknya cadangan devisa dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar
2.     Naikknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar .
b.     Kebijaksanaan 15 Nopember 1978 ( KNOP 15 ), yakni kebijaksanaan di bidang moneter dengan tujuan untuk menaikkan hasil produksi nasional, serta untuk menaikkan daya saing komoditi ekspor, yang pada masa ini menjadi lemah karena :
1.      Adanya inflasi yang besamya rata-rata 34%, sehingga komoditi ekspor Indonesia menjadi mahal di pasar dunia, akibatnya kurang dapat bersaing _dengan produk sejenis dari negara lain
2.     Adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979
Disamping itu KNOP l5 juga didukung oleh kebijaksanaan devaluasi Rupiah dari Rp 415 $ menjadi Rp 625 $. Kebijaksanaan lain yang mendukung pada periode ini adalah dengan diturunkannya bea masuk untuk komoditi impor yang merupakan komoditi bahan penolong, serta dengan menaikkan bea masuk untuk komoditi impor lainnya
Kebijaksanaan ini juga untuk :
- Penghapusan  daya saing komoditi ekspor di pasarØpajak ekspor untuk mempertahankan dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978,
- Menaikkan hasil produksi nasional,
Menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

1.4.    Periode PELITA III 1979/1980
·         Paket Januari 1982 yaitu mengenai tata cara pelaksanaan Ekspor-Impor dan lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor. Kebijaksanaan ini kurang membawa hasil, dikarenakan terjadinya resesi dunia yang juga belum berakhir
·         Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase) mengenai keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama. Paket ini dikeluarkan untuk menunjang kebijaksanaan paket Januari di atas. Dalam kebijaksanaan ini tersirat keharusan eksportir maupun importir luar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama. Ternyata kebijaksanaan inipun masih kurang berhasil, karena resesi dunia tersebut. Dengan adanya resesi tersebut menyebabkan naiknya tingkat inflasi. Sehingga tabungan masyarakat menurun, dana untuk investasi menjadi berkurang. Akibat lebih jauhnya adalah turunnya produktivitas dan dengan demikian pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang.
·         Kebijaksanaan Devaluasi 1983 yakni dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya. Dengan demikian diharapkan industry dalam negeri dapat berkembang untuk meningkatkan produktivitas. Akibatnya penerimaan pemerintah dari sektor pajakpun dapat ditingkatkan

1.5.    Periode PELITA IV 1984/1985
1)     Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas. Tindakan yang diambil untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi adalah dengan memberantas pungutan liar, mempermudah prosedur kepabeanan, menghapus dan memberantas biaya-biaya siluman
2)    Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sektor swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
3)    Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun.
4)    Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
5)    Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
6)    Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
7)    Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
8)    Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.

1.6.    Periode PELITA V 1989/1990
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Dari sekian banyak kebiksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan dijalankan oleh pemerintah dengan dukuangan semua pelaku ekonomi di Indonesia, apapun istilahnya dapat dikelompokkan ke dalam Kebijaksanaan Moneter dan Kebijaksanaan Fiskal.
2.   Kebijakan Moneter
Pemerintah melakukan beberapa kebijakan dalam bidang moneter melalui pengaturan tingkat suku bunga dan peredaran uang. Pemerintah melakukan kebijakan ini dengan melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan yaitu Bank Indonesia. Kebijakan Moneter dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:
Kebijaksanaan Moneter dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Kebijaksanaan Moneter Kuantitatif Dijalankan dengan mengatur uang yang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kualitasnya.
Kebijaksanaan ini dijalankan dengan 3 cara, yaitu :
- Kebijaksanaan Fiskal, Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.
- Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah, mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
- Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
2. Kebijaksanaan memindah pengeluaran Dalam kebijaksanaan menekan pengeluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dilakukan secara paksa dan juga rangsangan.
Kebijaksanaan dapat dilakukan secara paksa dengan cara: Menekan tarif atau quota, Mengawasi pemakaian valuta asing.
Jika kebijaksanaan dilakukan secara Rangsangan : Menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor, Menstabilkan upah dan harga di dalam negeri, Melakukan Devaluasi mata uang. Devaluasi adalah Suatu tindakan pemerintah dengan menaikkan nilai tukar mata uang Rupiah dan Dolar, devaluasi juga menyebabkan semakin banyak rupiah yang harus dikorbankan untuk mendapatkan satu unit dolar.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.
Ada 2 kebijakan moneter yaitu :
* Kebijakan Moneter Ekspansif : Suatu kebijakan untuk menambah jumlah uang yang beredar.
* Kebijakan Moneter Kontraktif : Suatu kebijakan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar atau disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Ada beberapa cara untuk melakukan kebijakan moneter diantaranya :
- Operasi Pasar Terbuka : Cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah.
- Diskonto : Pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.
- Rasio Cadangan Wajib : Mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.

3.   Kebijakan Fiskal

Jika di dalam kebijaksanaan moneter pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan suku bunga untuk mengatur perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah suatu tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan. Meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih melihat kebijaksanaan fiskal sebagai kebijaksanaan pemerintah di sector perpajakan. Kebijaksanaan fiskal ( dalam hal ini melalui perpajakan ) dapat dibedakan dari beberapa segi. Pertama, jika dilihat dari segi cara pembayarannya, sistem pembayaran pajak dibagi menjadi dalam istilah pajak langsung dan pajak tidak langsung. Yang dimaksud dengan pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Ada 2 macam kebijakan fiskal yatu :
* Kebijakan Fiskal Ekspansif : Kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.
* Kebijakan Fiskal Kontraktif : Kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran, Untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.

4.   Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.

Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.

Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).

Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).

Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.

Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.

Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian

Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).

Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.

Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.

REFERENSI